Google search engine

MIKJEPARA.com, JEPARA – Sayembara monumen seringkali menjadi topik yang memicu perdebatan di kalangan masyarakat, khususnya di kalangan budayawan, arsitek, serta pemerhati seni.

Sayembara monumen merupakan suatu inisiatif yang memiliki potensi untuk memberikan dampak positif terhadap masyarakat, budaya, dan ekonomi. Namun, penting untuk mempertimbangkan pro dan kontra ini secara matang. Apalagi melibatkan ketokohan yang dianggap sakral ditengah masyarakat.

Diskusi inilah yang menjadi pemantik sejumlah pelaku budaya yang tergabung dalam Yayasan Praja Hadipuran Manunggal untuk menjalin komunikasi dengan Komisi C DPRD Jepara. Audiensi dilaksanakan pada Senin (4/11/2024) bertempat diruang komisi Gedung Tamansari Jepara.

Rombongan diterima sejumlah anggota dewan, antaranya Ketua Komisi C, Nur Hidayat serta Sekretaris Imam Subhi juga sejumlah anggota Komisi C yang hadir dalam audiensi. Turut hadir perwakilan Disparbud Jepara, Agus Widodo, serta Utim Shohijatsih dan Dian Tria dari Dikpora Jepara.

Khoirul Anam, Ketua Yayasan Praja Hadipuran membuka paparan dengan beberapa isu sosial budaya yang menjadi permasalahan di Kota Ukir Jepara. Antaranya terkait Perda dan Perbup yang menjadi payung hukum pelestarian kebudayaan Jepara.

“Perda dan Perbup di Jepara ini apakah masih relevan dengan tantangan kita sekarang. Melihat beragam potensi Jepara yang luar biasa ini,” jelasnya saat membuka paparan audiensi.

Tercatat, ada 9 rekomendasi yang disampaikan yaitu Perda dan Perbup Jepara tentang pelestarian dan pemajuan kebudayaan daerah dan pelaksanaannya, pembentukan DKD atau Dewan Kebudayaan Daerah Kabupaten Jepara, tim penyusun pokok pikiran kebudayaan daerah.

Juga pentingnya tim ahli cagar budaya daerah Kabupaten Jepara, Perda dan pembentukan tentang Lembaga Adat, optimalisasi peran Lembaga Adat di setiap desa, serta peninjauan kembali tentang Baju Adat Jepara.

“Kabupaten Jepara kini memiliki 7 warisan tak benda dan 11 cagar budaya, dan kami meminta peruntukannya jangan diubah. Seperti Pendopo RA Kartini sebagai tempat sakral, jangan dipakai untuk kegiatan yang tidak sesuai,” tegasnya

Tinggalkan Balasan