MIKJEPARA.com, JEPARA – Berbagai upaya penguatan eksistensi budaya lokal terus digalakkan sebagai bentuk manifestasi identitas kultural yang berakar pada nilai historis dan sosial masyarakat. Salah satunya yang dilakukan Yayasan Praja Hadipuran Manunggal, yang dalam hal ini berkesempatan audiensi dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Jepara.
Dalam pertemuan ini, audiensi dipimpin langsung oleh Kepala Disparbud Jepara, Moh. Eko Udyyono. Turut mendampingi Agus Wibowo selaku Kepala Bidang Kebudayaan, serta Lia Supardianik sebagai Subkor Sejarah dan Kepurbakalaan.

Audiensi yang dilaksanakan pada Rabu, (26/3/2025) ini menitikberatkan pada penyelarasan regulasi terkait pemajuan kebudayaan, baik dalam aspek legislasi maupun implementasinya. Sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan serta Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2024 tentang Pemajuan Kebudayaan Daerah.
Gagasan yang dikedepankan mencakup penguatan dasar hukum melalui pengusulan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Bupati (Perbup), yang akan menjadi instrumen regulatif dalam menjamin keberlangsungan adat dan tradisi sebagai bagian dari identitas daerah.
Dalam pembahasan, mengerucut pada urgensi pembentukan Lembaga Adat Kabupaten Jepara sebagai pusat koordinasi dan pembinaan adat di tingkat desa. Hal ini sejalan dengan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 32 Tahun 2016, yang menekankan pentingnya wadah formal untuk pengelolaan adat dan tradisi lokal.
Selain itu, dilakukan kajian ulang terhadap baju adat Jepara, mengingat Peraturan Bupati No. 430/311 Tahun 2001 belum mampu mendorong penggunaannya secara luas di kalangan masyarakat sipil. Dalam praktiknya, busana adat ini hanya digunakan oleh pejabat dan instansi pemerintahan, sementara di masyarakat luas, masih minim sosialisasi.
Bahkan, di lingkungan birokrasi sendiri terjadi berbagai distorsi, seperti perubahan pakem ikat kepala, alas kaki yang tidak sesuai, serta pengabaian aksesoris khas seperti cundrik dan kalung ulur.
Pada aspek lain yang dibahas kali ini antaranya optimalisasi Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) sebagai strategi meningkatkan partisipasi publik dalam pelestarian budaya.
Hingga saat ini, implementasi kebijakan ini dinilai belum berjalan optimal, sehingga diperlukan sosialisasi dan pendampingan yang lebih intensif.
Isu lain yang tak kalah penting adalah perlindungan terhadap cagar budaya. Maraknya penemuan situs bersejarah yang belum teridentifikasi serta berbagai kasus penambahan ornamen yang kurang sesuai dengan standar konservasi menegaskan perlunya langkah-langkah serius dalam menjaga keautentikan warisan budaya Jepara.
“Kami terus berkomitmen untuk mengedepankan nilai-nilai budaya, juga dukungannya terhadap percepatan regulasi pelestarian budaya. Semoga segera terealisasi,” ujar Eko Udyyono.
Ia juga akan memfasilitasi pembentukan Lembaga Adat Kabupaten sebagai pusat koordinasi adat di tingkat desa. Selain itu, akan dilakukan kajian ulang terhadap simbol identitas kedaerahan, terutama terkait pakaian adat dan pataka yang digunakan dalam perayaan Hari Jadi Jepara.
Disparbud juga berkomitmen mendukung Yayasan Praja Hadipuran Manunggal dalam berbagai event budaya, seperti Grebeg Suro Ponorogo dan Grebeg Mulud Njeporonan, sebagai langkah konkret dalam menjaga dan merayakan tradisi daerah.
Dengan adanya sinergi antara Yayasan Praja Hadipuran Manunggal dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jepara, diharapkan kebijakan pemajuan budaya dapat berjalan lebih sistematis dan berkelanjutan.
“Terima kasih kami diterima audiensi kali ini, banyak kiranya yang ingin kami sampaikan. Sebagai bahan diskusi dan renungan bagi perkembangan kebudayaan di Jepara. Kami berharap, dukungan ini terus berlanjut dan bisa bergulir hingga lahirnya Perda (red: Perda Pemajuan Kebudayaan),” ungkap Anam
Pelibatan aktif masyarakat dalam upaya ini akan menjadi kunci utama untuk memastikan kebudayaan lokal tetap lestari di tengah perubahan zaman.
(MIKJPR-01)
Reporter : AD/DS
Editor : Hnv