MIKJEPARA.com, JEPARA – Beredar kabar tentang rencana eksploitasi pasir laut mengagetkan masyarakat Jepara, bahkan sejumlah pegiat lingkungan. Hal tersebut disinyalir bakal merusak lingkungan dan menimbulkan konflik di tengah masyarakat.
Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, telah memantik kontroversi kebijakan ekspor pasir laut yang kembali dibuka oleh Presiden Jokowi pada tahun 2024 ini.
Merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 16 Tahun 2024 tersebut, KKP mengalokasikan 7 wilayah perairan pesisir untuk dikeruk atau ditambang pasir lautnya dengan total volume 17.658.472.714,44 meter kubik dan total luasan 5.886.157.571,48 meter persegi atau sekitar 588.615,76 hektar are.
Ketujuh lokasi yang ditetapkan aktivitas penambangannya atau pengerukan pasir laut dengan dalih pengelolaan hasil sedimentasi. Satu dari tujuh lokasi itu adalah wilayah perairan Kabupaten Jepara.
Jepara masuk dalam peta lokasi prioritas perairan di sekitar Kabupaten Demak. Luasnya mencapai 574.384.627,45 meter persegi. Dengan potensi pasir laut yang akan dikeruk sebanyak 1,7 miliar kubik.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati, dalam keterangan tertulisnya (27/9/2024) menilai, Presiden Joko Widodo maupun Menteri Kelautan dan Perikanan tidak mengerti konsep perlindungan dan keberlanjutan lingkungan yang sebenarnya.
”Alih-alih mendengar masukan publik, mengevaluasi serta menghentikan PP Nomor 26 Tahun 2023, KKP saat ini tengah mengkaji dan menyeleksi 66 perusahaan yang telah mengajukan izin untuk ekspor pasir laut,” terang Susan.
Menurut Susan, proses mengkaji dan menyeleksi tersebut juga dilakukan oleh KKP tanpa adanya transparansi dan keterbukaan kepada publik. Baginya, hal itu membuktikan adanya dugaan kesengajaan untuk menutupi proses yang seharusnya transparan serta menutupi perusahaan yang akan mendapat izin beserta rekam jejaknya.
Sementara itu, perwakilan masyarakat pesisir Jepara, Tri Ismuyati mengaku sangat terkejut dengan kebijakan tersebut. Menurutnya, pengerukan pasir laut itu akan menghancurkan wilayah pesisir.
Desa Bandungharjo yang merupakan bagian dari Kabupaten Jepara itu, pernah melakukan penolakan penambangan pasir besi pada tahun 2012. Ia mengatakan, ketika itu warga melakukan penolakan tambang pasir besi terhadap salah satu perusahaan milik pengusaha Jepara.
”Mendengar informasi PP Pengelolaan hasil sedimentasi di laut ini sangat mengejutkan kami,” Pungkasnya. (MIKJPR-01)
Reporter : TJ/AL
Editor : Haniev