Google search engine

 MIKJEPARA.com, JEPARA – Menjelang bulan Ramadan, warga Kabupaten Jepara mulai membuat makan Puli. Biasanya makanan Puli disajikan saat warga masyarakat Kabupaten Jepara memperingati Nisfu Sya’ban. Tahun ini, Nisfu Sya’ban jatuh pada hari Kamis, (13/2/2025) malam.

Nisfu Sya’ban diartikan juga menjadi malam pengampunan dosa, malam berdoa dan malam pembebasan.Ketika merayakan Nisfu Sya’ban biasanya masyarakat berkumpul di musala ataupun masjid untuk membaca surat yasin dan berdoa bersama-sama.

Bacaan Yasin tersebut, bertujuan agar diberikan panjang umur, mendapatkan rizki yang melimpah, serta tetap dalam keadaan Iman Islam hingga akhir hayat.

Masyarakat di Kecamatan Kalinyamatan mempunyai tradisi unik, saat malam Nisfu Sya’ban.
Setelah membaca surat yasin, mereka berkumpul di musala dengan sajian hidangan Puli.

Puli adalah makanan yang terbuat dari nasi yang dicampur dengan Zal pengenyal.
Sebelum di makan, biasanya masyarakat memanjatkan doa secara bersama-sama.

Puli berasal dari bahasa Arab Afwan Lii (Maafkan aku), artinya, sebelum datangnya Ramadan, umat Islam diharapkan dalam keadaan bersih dari dosa.

Mundrikah (54) warga RT 4 RW 1 Desa Purwogondo, Kecamatan Kalinyamatan membuat makanan puli untuk dibawa ke musala dan dibagikan kepada keluarga dekatnya.

“Puli ini sudah menjadi tradisi turun temurun warga Purwogondo, Kalinyamatan saat Nisfu Sya’ban,” kata Mundrikah, Minggu (16/2/2025).

Nisfu Sya’ban biasanya secara turun temurun sekaligus dijadikan momentum untuk mengenang leluhur. Mundrikah mengatakan, untuk membuat Puli sangat mudah.

Dengan bahan dasar beras 1,5 kilogram bisa jadi untuk satu nampan puli penuh.
Caranya beras dicuci bersih. Kemudian direbus hingga setengah matang. Setelah itu didiamkan hingga setengah dingin.

“Setelah setengah dingin, kemudian dicampur dengan obat puli (pengenyal), yang dibeli dari pasar,” ungkapnya.Selanjutnya, puli dikukus hingga matang.

Setelah matang, kemudian nasi puli tersebut ditaruh diatas wadah kemudian ditumbuk hingga halus.

“Jika masih panas tumbukan akan lebih ringan. Kalau dingin lebih berat,” ujarnya.
Setelah ditumbuk hingga halus, puli ditaruh di atas wadah.

Kemudian untuk memakannya bisa dipotong kotak kecil-kecil. Untuk memakannya, ada yang hanya di makan puli saja, namun ada pula yang dilengkapi dengan kelapa parutan.

“Ada juga yang memakan puli ini dengan serondeng dan juroh manis (air gula merah) ,” ungkapnya.

Menurutnya, pada masa dulu hampir semua rumah saat Nisfu Syak’ban membuat puli untuk dibagikan kepada tetangga dan kerabat. Namun, saat ini hanya sebagian kecil saja masyarakat yang membuat puli.

“Paling yang generasi tua yang masih membuat. Kalau yang muda tinggal beli saja,” jelasnya.Namun demikian, Mundrikah berharap tradisi membuat puli ini terus dilestarikan.

“Karena merupakan tradisi leluhur mereka sejak jaman dulu,” harapnya.(latifa)

Tinggalkan Balasan