Komisi VIII DPR Evaluasi Pelaksanaan Ibadah Haji 2022

0
122
Anggota Komisi VIII DPR RI Abdul Wachid

MIKJEPARA.com, JEPARA  Pelaksanaan ibadah haji tahun 2022 secara umum dinilai sukses. Meski begitu, ada sejumlah catatan dan evaluasi dari Komisi VIII DPR RI agar pelaksanaan haji tahun-tahun mendatang lebih maksimal.

Anggota Komisi VIII DPR RI Abdul Wachid menyampaikan pihaknya memiliki catatan evaluasi terkait pelaksanaan haji 2022. Selama beberapa pekan, Wachid dan tim pengawas Komisi VIII DPR RI yang membidangi urusan haji memang berada di Mekah dan Madinah.

Tim Komisi VIII melakukan inspeksi mendadak (sidak) serta bertanya langsung pada jamaah haji asal Indonesia terkait berbagai fasilitas dan layanan yang mereka peroleh selama berada di pemondokan hingga pelaksanaan haji di Armuzna (Arafah, Muzdalifah dan Mina).

Hasilnya, mayoritas jamaah haji Indonesia menyatakan puas dengan layanan dan fasilitas yang didapat. Meskipun ada juga yang memberi catatan soal lauk, buah-buahan, air bersih di kamar mandi, kasur yang terlalu kecil hingga pendingin ruangan yang belum maksimal.

“Ada beberapa keluhan yang disampaikan jamaah haji. Padahal tahun ini kenaikan biaya haji cukup signifikan. Biaya di Armuzna misalnya dari semula 1.600 real menjadi 5.600 real per jamaah haji. Mestinya fasilitas dan layanan yang diterima bisa lebih dari itu. Ini menjadi salah satu catatan dan evaluasi kami,” kata Wachid selaku wakil rakyat dari Dapil Jateng 2 (Jepara, Kudus dan Demak) ini, Minggu (24/7/2022).

Tahun ini, lanjut Wachid, biaya yang ditanggung jamaah haji asal Indonesia sekitar Rp35 juta. Padahal mestinya biaya yang dikeluarkan sekitar Rp96 juta. Selisih kekurangan biaya haji itu ditutup dari dana abadi umat yang dikelola BPKH.

Selisih antara subsidi pemerintah dengan biaya haji yang dibayar jamaah haji ini perlu dibahas serius. Sebab dikhawatirkan dana BPKH akan jebol dalam beberapa tahun mendatang jika pola seperti ini masih tetap dipertahankan.

Menurut Wachid, idealnya pembahasan terkait pelaksanaan haji tahun-tahun mendatang tak hanya melibatkan Kementerian Agama saja. Namun harus lintas sektoral.

Ia mencontohkan soal kuota haji Indonesia. Mestinya harus ada negosiasi ulang karena saat ini antrian daftar haji terus mengular. Bahkan ada daerah yang daftar tunggunya lebih dari 30 tahun.

“Minat haji orang Indonesia sangat tinggi. Jadi soal kuota misalnya harus negosiasi, jika perlu pemerintah dengan pemerintah tidak hanya menteri agama tapi harus menlu kalau perlu Presiden RI dengan raja Arab Saudi,” tandasnya.

Proses negosiasi itu tak hanya soal kuota. Namun juga menyangkut hal lainnya. Semisal perlunya maktab khusus Indonesia. Idealnya, bahan masakan untuk jamaah haji Indonesia juga berasal dari Tanah Air. Hal itu secara otomatis juga akan membuka peluang ekspor Indonesia ke Arab Saudi.

Haji tahun 2022, Indonesia menempati peringkat pertama dengan kuota sebanyak 100.051 jamaah. Angka ini dinilai Saudi Expatriates masuk akal karena Indonesia termasuk salah satu negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia.

“Bayangkan nasi untuk jamaah haji Indonesia malah produk impor. Padahal beras yang biasa dikonsumsi warga Indonesia beda dengan bahan pangan miliknya Arab Saudi atau negara lain,” ujar Kapoksi Komisi VIII dari Fraksi Gerindra ini.

Menurut Wachid, posisi daya tawar Indonesia di hadapan Arab Saudi tinggi. Sebab jumlah peminat ibadah haji dan umroh asal Tanah Air memang besar.

Hingga kini masih ada jamaah haji asal Indonesia yang berada di Tanah Suci. Kloter terakhir jamaah haji Indonesia tiba di Tanah Air pada pertengahan Agustus mendatang.

Meski begitu, Arab Saudi ternyata sudah membuka pintu untuk pelaksanaan umroh. Dan minat warga Indonesia untuk umroh juga sangat tinggi.

“Bargaining position kita tinggi. Itu mestinya bisa dimaksimalkan agar kuota, layanan dan fasilitas yang diterima jamaah Indonesia bisa lebih oke,” pungkasnya. (MIKJPR-01)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here