Google search engine

Masih dari sumber yang sama, Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Guswanto mengatakan, sistem penanggalan Imlek menggunakan kalender lunar-solar, yakni menggabungkan antara kalender Matahari dan Bulan.

Penggabungan kalender ini membuat perayaan Tahun Baru Imlek selalu jatuh di bulan Januari-Februari. Pada bulan Januari-Februari inilah sebagian wilayah Indonesia tengah mengalami puncak musim hujan.

Sementara itu, Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Ida Pramuwardani menyampaikan, tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa hujan saat Tahun Baru Imlek berkaitan dengan perayaan itu sendiri.

Dia menerangkan, hujan yang turun saat Tahun Baru Imlek terjadi karena perayaan ini memang bertepatan dengan musim hujan di Indonesia, seperti hanya yang disampaikan Guswanto.

“Pada bulan-bulan tersebut, Indonesia berada dalam puncak musim hujan, yang biasanya ditandai dengan curah hujan yang cukup tinggi,” ujar Ida, dikutip dari Kompas.com (24/1/2025).

Dia menjelaskan, hujan di bulan Januari-Februari disebabkan karena pola angin Monsun Asia yang membawa udara basah dari Benua Asia dan Samudera Pasifik ke wilayah Indonesia melalui angin baratan. Angin Monsun Asia adalah angin yang bertiup dari arah barat menuju timur, dari Benua Asia bertekanan tinggi ke Benua Australia bertekanan rendah.

“Oleh karena itu, meskipun Imlek sendiri tidak memengaruhi cuaca, potensi hujan di Indonesia saat perayaan tersebut cukup tinggi, mengingat periode tersebut memang berada di tengah musim hujan,” terang Ida.

Sementara Tokoh Tionghoa Solo, Sumartono Hadinoto, mengatakan hujan di Tahun Baru Imlek kemungkinan hanya terjadi di Indonesia.

Oleh karena itu, mengaitkan hujan sebagai pertanda keberkahan jika turun di Tahun Baru Imlek merupakan kearifan lokal Tanah Air. Dia mencontohkan, China dan Eropa tidak memiliki musim hujan. Di belahan dunia itu, perayaan Tahun Baru Imlek justru sedang turun salju.

Itu artinya, Sumartono berkata, turunnya hujan saat Imlek adalah kearifan lokal dan yang telah ada sejak nenek moyang dahulu.

“Kalau menurut saya, China tidak ada musim penghujan. Di sana kan salju. Di Eropa juga tidak ada penghujan tapi semua bilang kalau Imlek di Indonesia semua hujan. Menurut saya itu adalah kearifan lokal dari sesepuh-sesepuh kita dulu,” ungkap dia, dikutip dari Kompas.com (24/1/2025).

Di samping itu, Sumartono menyampaikan, masyarakat Tionghoa mengartikan hujan bukan menjadi sebuah rintangan di saat Imlek.

Imlek di Indonesia memang jatuh bertepatan dengan cuaca di Indonesia yang sedang memasuki musim penghujan.

“Orang kalau ada sesuatu yang rasanya tidak membahagiakan ya bagaimana kita mengolahnya itu bisa menjadi sesuatu baik. Jadi sangat sederhana,” ungkapnya. (MIKJPR-01)

Reporter : AD/DS
Editor : Hnv

Tinggalkan Balasan