MIKJEPARA.com, JEPARA – Mungkin saat ini tidak banyak Kabupaten/Kota yang memiliki aturan Perda mengenai Disabilitas. Dan kabar baiknya, saat ini Kabupaten Jepara telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) nomer 7 tahun 2019 sebagai turunan dari UU Nomer 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Untuk mengulas lebih jauh implementasi dari Perda yang telah di konsultasikan dengan Pemprov Jateng sejak pertengahan Januari 2020 lalu. Dan kini pun telah masuk register peraturan daerah yang secara hukum memiliki kekuatan konstitusional.
Untuk itu, Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kabupaten Jepara mengadakan kegiatan penguatan kapasitas dan bedah Peraturan Daerah (Perda) nomer 7 tahun 2019 tentang Penyandang Disabilitas di sekretariat PPDI, pada Minggu (31/5/2020).
Kegiatan ini menghadirkan 2 narasumber, yakni Muhammad Syariful Wai, wakil ketua Lembaga Bahtsul Masail PCNU Kabupaten Jepara serta Ahmad Sahil, Ketua Lakpedam PCNU Kabupaten Jepara.
Ketua DPC PPDI Kabupaten Jepara, Mohamad Zulichan dalam sambutannya menyampaikan terima kasih atas bantuan semua pihak dalam mengawal Perda Penyandang Disabilitas, mulai dari penyusunan naskah akademik, focus group discussion (FGD) sampai konsultasi publik.
“Sebagai pribadi maupun mewakili teman-teman organisasi penyandang disabilitas (OPDis), kami bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada semua stakeholders atas disahkannya Perda Penyandang Disabilitas oleh DPRD Jepara pada 9 Desember 2019 lalu,” kata Zulichan.
Pertama, turunan dari Perda berupa Peraturan Bupati (Perbup) maupun aturan teknis pelaksanaannya perlu dikawal, agar Perda ini tidak seperti macan ompong.
Kedua, cara pandang penyelenggara negara dalam hal ini pemerintah Kabupaten Jepara terhadap teman-teman disabilitas perlu mendapat perhatian.
“Mindset OPD terhadap kaum difabel harus berubah setelah adanya payung hukum perda ini,” ujar Wai salah satu narasumber.
Ketiga, pendataan penyandang disabilitas harus terintegrasi. Jangan sampai antara satu OPD dengan OPD lainnya berbeda. Amanat perda ini pendataan berbasis desa dan penentuan ragam disabilitas oleh tenaga medis harus diperjelas.
“Pengarusutamaan anggaran berorientasi disabilitas sesuai kemampuan daerah dan roadmap selama lima tahun terhadap aksesibilitas disabilitas dalam infrastruktur juga perlu diperhatikan,” tambah Wai.
Pada bagian lain, Ahmad Sahil memaparkan capaian positif dalam Perda Disabilitas Kabupaten Jepara.
“Munculnya Unit Layanan Disabilitas dan Rintisan Pendidikan Inklusi dalam perda ini merupakan kemajuan yang sangat berarti,” ujar Sahil.
Kesempatan kerja bagi kaum difabel sebanyak 2 % di BUMD dan 1% di perusahaan swasta disertai punishment berupa pembekuan dan pencabutan izin usaha merupakan hal yang positif utnuk mendukung Perda tersebut.
“Hanya saja, dalam perda ini belum secara spesifik menyebut Komisi Disabilitas Daerah dan ketentuan sanksi pidana pada pasal 85 agaknya salah dalam merujuk pasal 80 yang seharusnya mungkin merujuk pasal 81,” ujar Sahil.
Kegiatan bedah perda ini dihadiri oleh beberapa tamu undangan, diantaranya HWDI, Gerkatin, Lentera Disabilitas dan juga DPC PPDI Kabupaten Kudus.
“Kami masih berharap bantuan, dukungan dan pendampingan agar Perda ini ada turunan aturan pelaksanaannya,” lanjut Zulichan. (MIKJPR-01)
Reporter : Zak/PPDI
Editor : Haniev