MIKJEPARA.com, JEPARA – Ramadan 1445H sudah didepan mata, kita tinggal menghitung hari menuju bulan penuh berkah, ampunan, dan rahmat. Di bulan ini, umat Islam diwajibkan untuk berpuasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Namun, sebelum memasuki bulan Ramadan, ada sebuah tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa, khususnya di Jawa Tengah. Tradisi ini disebut dengan Megengan.
Megengan dilaksanakan pada bulan Sya’ban atau Ruwah. Dan beriringan setelah terlaksananya acara ruwahan saat momentum nisfu sya’ban. Walaupun ruwahan dan megengan sama-sama digelar pada bulan Sya’ban, namun masing-masing memiliki tujuannya sendiri.
Dan sekalipun tradisi Megengan ini bercokol dari masyarakat Jawa, namun setiap rangkaiannya terkadang berbeda-beda tata pelaksanaannya. Tergantung kondisi sosial dan budaya yang sudah ada. Namun, kesemuanya memiliki tujuan yang sama, yakni sebagai upaya menyambut bulan Mulia Ramadan.
Dalam buku Fenomena Sosial Keagamaan Masyarakat Jawa dalam Kajian Sosiologi karya Lilik Setiawan (2021) menjelaskan, Megengan berasal dari kata ”megeng”, yang berarti menahan. Sementara ”an” dalam kata megengan mempunyai arti proses yang dilakukan terus menerus.
Sehingga, Megengan adalah sebagai peringatan bahwa sebentar lagi masyarakat Islam akan kedatangan bulan Ramadan yang diwajibkan untuk berpuasa. Dalam berpuasa harus bisa menahan diri dari hal-hal yang membatalkan.
Kemudian, puncak dari acara Megengan ini adalah ziarah ke makam leluhur dan sekaligus Nyekar. Biasanya dilakukan pada jum’at terakhir saat sore hari sebelum memasuki bulan Ramadan. Orang-orang akan berbondong-bodong menuju pemakaman untuk mengunjungi makam keluarga yang telah meninggal.
Mereka akan membersihkan makam leluhur. Mencabuti rerumputan liar yang menjalar dan menggantikannya dengan menebarkan bunga-bunga setaman.
Megengan biasanya dilakukan pada minggu terakhir bulan Syakban dalam kalender islam atau Ruwah dalam kalender Jawa. Megengan dilakukan sebagai wujud rasa syukur karena masih dipertemukan dengan bulan Ramadhan.
Rasa syukur tersebut diwujudkan dengan makanan yang dibuat oleh masyarakat, kemudian dibagikan kepada orang-orang yang tinggal di sekitarnya.
Sebelum pelaksanaan tradisi megengan, orang-orang akan datang ke makam untuk berdoa dan menabur bunga yang dikenal dengan nyekar.
Nyekar adalah tradisi menghormati dan mendoakan arwah leluhur. Setelah itu, tradisi megengan ditandai dengan selametan yang dilakukan di masjid, musala, atau langgar. Selametan adalah acara makan bersama yang diawali dengan doa dan tahlil.
Makanan yang disajikan dalam megengan biasanya terdiri dari nasi, sayur-sayuran, dan lauk pauk seperti ayam atau ikan.
Namun, ada satu makanan yang tidak boleh ketinggalan dalam megengan, yaitu kue apem. Kue apem adalah kue tradisional yang terbuat dari tepung beras, gula, dan ragi. Kue apem memiliki bentuk bulat pipih dan berwarna putih.
Dalam Buku Mengenal Perayaan Tradisional, apem ini memiliki makna jika ada yang salah maka harus saling memaafkan. Sehingga ketika Ramadan tiba, semua diri manusia kembali suci dan siap untuk menjalankan ibadah puasa.
Tradisi megengan merupakan tradisi yang memiliki nilai-nilai positif yang dapat mengajarkan rasa syukur, kebersamaan, dan saling menghargai antar sesama. (MIKJPR-01)
Reporter : AND/SW
Editor : Haniev