Google search engine

MIKJEPARA.comJEPARA – Buah Parijoto mungkin terdengar asing bagi sebagian masyarakat, buah dengan nama ilmiah Medinilla Speciosa ini juga kerap disebut dengan anggur Asia. Dan untuk memperoleh buah tersebut, setidaknya mudah ditemui di sekitaran objek wisata religi Sunan Muria yang terletak di Desa Colo Dawe Kudus.

Namun tahukah anda, di wilayah pegunungan Jepara sendiri pernah menjadi pusat pembudidayaan buah berwarna khas ungu ini sebelum banyak dikenal di wilayah pegunungan Muria.

Tumbuhan endemik Desa Tempur, Parijoto. Kini banyak dibudidayakan masyarakat di pekarangan dan kebun. Juga masih bisa ditemukan di sekitaran alam, area hutan Desa Tempur. Dok : Foto Junaidi (Juru Kunci Situs Candi Angin)

Berdasarkan penelusuran sejarah yang didapat tim redaksi MIKJEPARA.com, bertempat di dukuh Duplak Desa Tempur Kecamatan Keling Jepara. Beberapa waktu silam, di era sekitar tahun 1900-an, justru masyarakat sekitaran Muria lah yang banyak “memanen” buah ini dari Desa Tempur untuk dijual di pasaran.

Hal ini membuktikan, bahwa sebenarnya buah parijoto sendiri memang pernah tumbuh subur di Desa Tempur. Karena memang kondisi geografisnya yang mendukung, berada di ketinggian 800 -1.000 meter di atas permukaan laut (MDPL). Melansir dari sumber wikipedia, tanaman parijoto ini rata-rata memiliki tinggi antara 45-60 cm.

Selain cocok untuk budidaya tanaman kopi dan sejenisnya, rupanya Dukuh Duplak Tempur juga banyak situs peninggalan sejarah yang menarik untuk dikunjungi sebagai wisata histori.

Mbah Pairah (85) menceritakan beberapa fakta menarik seputaran asal muasal buah tersebut di lingkungannya tinggal saat itu. Ia yang juga merupakan istri dari Mbah Sunoto Sunar (almarhum) juru kunci situs Candi Angin ini menuturkan bahwa jaman dahulu banyak warga sekitar yang menanam nya sebagai mata pencaharian petani.

Namun semenjak itu pula, banyak warga dari beberapa daerah yang mengambil buah tersebut untuk di jual kembali “Dadi jaman semono, kene iki yo okeh parijoto sing di parani bakul (Red : Jadi jaman dahulu, disini banyak buah parijoto yang dipanen dan di beli oleh tengkulak),” ungkapnya

Salah satu cucu Mbah Pairah yang juga sebagai penerus juru kunci Candi Angin, Junaidi meruntut cerita neneknya tersebut bahwa tanaman tersebut masih bisa ditemui didalam hutan. “Biasanya di deket sumber-sumber mata air, bisa ditemukan tumbuhan endemik ini yang berusia tua,” imbuhnya.

Namun sekarang masyarakat sudah banyak yang membudidayakannya untuk ditanam di kebun, pekarangan serta bukit-bukit. Dari hasil inilah, biasanya juga di jual kembali dipasaran.

Mengenai banyaknya buah parijoto yang ditemui di pegunungan Muria, belum ada sumber informasi jelas apakah hal tersebut berkaitan erat dengan asal muasal bibit parijoto di Desa Tempur Keling (DUMP). (MIKJPR-01)

Reporter : Jun
Editor : Haniev

Tinggalkan Balasan