Larungan Kepala Kerbau Jadi Rebutan, Berangkat Pagi Untuk Hindari Kerumunan

0
306

MIKJEPARA.com, JEPARA  Puncak Syawalan bagi masyarakat Jepara tentunya menjadi momen spesial, dimana berbagai kegiatan pesta lomban banyak dinanti. Namun hal ini nampak berbeda dalam dua tahun terakhir, mengingat pandemi covid-19 belum juga usai.

Pesta Lomban yang biasa dikemas dalam sedekah laut atau larungan kepala kerbau dari TPI Ujungbatu pun tetap dilaksanakan, pada Kamis (20/5/2021) pagi. Namun prosesi ini dilaksanakan lebih pagi dari biasanya, dan diikuti oleh peserta dengan jumlah terbatas.

Rombongan Forkopimda Jepara saat menaiki kapal VIP 1, yang membawa seperangkat sesaji kepala kerbau. Yang nantinya akan di larungkan di tengah laut. (Dok : MIK Jepara/xpo)

Berlokasi di TPI Ujungbatu, sekitar pukul 05.00 WIB sudah banyak warga yang menunggu dimulainya prosesi larungan. Namun, petugas keamanan berjaga dibeberapa titik sehingga kerumunan dapat diurai. Di tepian dermaga, nampak perahu-perahu nelayan bersiap turut serta menghantarkan larungan sesaji ke tengah laut. Namun jumlahnya memang tak terlalu banyak seperti tahun-tahun sebelumnya.

Ditempatkan dalam miniatur perahu, kepala kerbau dan sejumlah sesaji diarak dengan perahu besar dari dermaga TPI Ujungbatu. Setelah mendekati titik pelarungan, banyak perahu nelayan mendekat kapal utama. Petugas keamanan pun berusaha menghalau perahu-perahu itu supaya tidak mendekat terlebih dahulu sebelum sesaji diturunkan.

Sesampainya di sebelah timur perairan Pulau Panjang, doa-doa pun dipanjatkan oleh tokoh agama setempat dan di amini oleh para penumpang lainnya. Kemudian, Bupati Jepara dan pejabat yang hadir melarung miniatur perahu yang berisi kepala kerbau tersebut.

Belum seutuhnya sesaji tenggelam ke laut, belasan nelayan berhasil merangsek ke dekat titik pelarungan menceburkan diri dan berebut isi sesaji. Seluruh sesaji yang ada didalamnya diperebutkan para nelayan, kecuali kepala kerbau dan di biarkan tenggelam ke dalam laut.

Ubo rampe (red : seperangkat sesajian) yang diperebutkan adalah aneka jajan pasar dan tikar. Menurut para nelayan, menganggap sesaji tersebut memiliki keberkahan untuk pergi melaut. Air disekitaran larungan juga di percaya membawa berkah, dan menjadi media untuk disiramkan ke badan kapal atau perahu.

“Hal ini sudah menjadi tradisi, kami hanya memanfaatkan airnya saja dan kepala kerbaunya tidak kami ambil agar dimakan ikan,” ungkap Suyatno nelayan setempat.

Sementara itu, Bupati Jepara Dian Kristiandi, mengatakan larungan tahun ini tidak seperti dua tahun lalu. Pada 2019, peserta larungan hampir 10 ribu orang. Namun, tahun ini hanya beberapa warga setempat dan tertutup untuk umum.

Ritual ini sebagai ucapan syukur nelayan Jepara kepada Sang Pencipta atas rejeki dan keselamatan yang diberikan selama satu tahun kepada mereka hingga hasil tangkapan ikan melimpah. Sebelum prosesi pelarungan, biasanya ada ziarah ke makam Mbah Ronggo, serta pagelaran wayang kulit di TPI Ujungbatu secara tertutup.

“Larungan ini wujud rasa syukur nelayan atas rezeki yang didapat selama setahun. Juga sebagai doa untuk keselamatan. Hari ini terlihat kesadaran masyarakat, tidak ramai-ramai. Kesehatan lah yang utama. Tapi tidak meninggalkan tradisi,” tutur Andi. (MIKJPR-01)

Reporter : Putra
Editor : Haniev

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here