MIKJEPARA.com, JEPARA – Suhu dingin terjadi pada malam hari di Jateng dalam sepekan terakhir. Mengapa hal ini bisa terjadi? Berikut ini penjelasan dari pihak BMKG terkait fenomena alam ini.
Perubahan suhu yang menjadi lebih dingin pada malam hari seperti yang terjadi dalam sepekan terakhir sebenarnya fenomena yang biasa terjadi. Masyarakat di Jateng biasa menyebut fenomena ini dengan istilah mbedhidhing.
Fenomena alam seperti ini biasanya terjadi saat musim kemarau berlangsung. Di beberapa wilayah suhu pada malam hari yang biasanya mencapai 25 derajat celcius bisa berubah menjadi 22 derajat atau lebih rendah lagi.
Sedangkan di kawasan penggunungan, seperti di Dieng Wonosobo, pada malam hingga menjelang pagi, perubahan suhunya bisa sangat rendah lagi. Di Dieng Wonosobo, pada saat mbediding seperti saat ini, suhu bahkan bisa sampai nol derajat celicius.
Itulah mengapa di kawasan pengunungan Dieng muncul fenomena yang dikenal sebagai embun upas. Empun Upas ini menyerupai kristal-kristal es yang menempel di daun tetumbuhan, karena membeku akibat menurunnya suhu yang terjadi.
Lalu mengapa suhu udara bisa turun pada malam hari saat puncak kemarau terjadi? Menurut petugas BMKG Semarang (Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika Stasiun Ahmad Yani Semarang), Noor Jannah menyebut ini adalah hal yang wajar terjadi di musim kemarau.
Menurutnya, pada musim kemarau tutupan awan di lapisan udara menjadi tipis, atau relatif kecil terjadi. Sehingga pada malam hari, suhu panas matahari yang sempat turun di siang hari, dilepaskan kembali ke udara tanpa ada halangan.
Sehingga suhu di permukaan bumi akan menjadi cepat lebih dingin. Karena suhu panas yang dipancarkan bumi tidak terperangkap oleh awan yang berada di angkasa.
“Sehingga Bumi lebih cepat mengeluarkan panasnya dan untuk suhu di sekitar permukaan, bumi bisa lebih dingin daripada biasanya,” jelas Noor Jannah seperti dilansir dari kompas.com.
Lalu akan sampai kapan fenomena mbediding ini akan berlangsung? Menurut Noor Jannah, fenomena ini masih akan berlanjut sampai puncak kemarau terjadi, di sekitar Agustus dan September nanti.
Fenomena ini, untuk wilayah daratan rendah akan memberi dampak penurunan suhu sekitar 2 sampai 4 derajat dibanding biasanya. Namun di wilayah pegunungan seperti Dieng, penurunan suhu bisa terjadi sangat drastis.
“Di Dieng, untuk suhu terendahnya bisa mencapai nol derajat untuk puncak musim kemarau ini. Nanti akan bisa kita jumpai seperti embun embun upas di wilayah sana,” lanjutnya.
Bersamaan dengan fenomena mbedhidhing ini, biasanya akan memunculkan potensi kekeringan di sejumlah wilayah. Di wilayah pesisir selatan, seperti Wonogiri, potensi kekeringan akan bisa terjadi, demikian juga di pesisir utara seperti di Rembang.
“Bagi wilayah yang memang langganan kekeringan di musim kemarau ini, imbauannya untuk suplai air bersih seperti itu, untuk koordinasinya dengan BPBD. Karena kalau memang ngandalin hujan udah enggak bisa,” tandasnya.
Fenomena Mbedhiding sendiri, tidak hanya terjadi di Jawa saja. Namun sejumlah wilayah di Indonesia juga sudah mengalami fenomena ini. Dimana suhu udara aka terasa sangat dingin pada malam hingga pagi hari. (MIKJPR-01)
Reporter : Hms/DS
Editor : Haniev