MIKJEPARA.com, JEPARA – Keputusan para kontestan peserta Pilkada untuk tidak menggunakan klub sepak bola sebagai kendaraan politik mencerminkan upaya menjaga netralitas olahraga dan menghormati komunitas suporter, serta menghindari potensi terjadi konflik yang dapat timbul dari politisasi sepak bola.
Sikap inilah yang diambil salah satu paslon yang selama ini dikenal getol mendukung klub sepak bola asal kota ukir, Persijap Jepara. Munculnya pertanyaan publik terkait laga Persijap yang tidak mengenakan livery bus model terbaru, akhirnya terjawab sudah.
M. Iqbal Tosin, manajemen PO. Bejeu ini menceritakan kenapa selama ini ia enggan memperlihatkan kedekatannya dengan Manajemen Persijap dan basis supporter. Apalagi, ditengah desakan bagi manajemen Persijap untuk segera merilis official bus yang selama 3 musim terakhir di support oleh armada bus bercirikan warna hitam ini.
“Kami mohon maaf, dengan kerendahan hati memang tidak ingin melibatkan keluarga besar Persijap. Agar tidak terkait dengan aktivitas politik saya saat ini,” terangnya
Diketahui, bahwa pembicaraan manajemen Persijap dengan PO. Bejeu sudah terjalin lama sebelum dirinya ditetapkan sebagai salah satu kontestan peserta Pilkada Jepara 2024. Awalnya, design livery bus yang telah disiapkan hendak dipasang dengan mempertimbangkan skenario sayembara.
Melihat potensi tangan muda Jepara yang kreatif, ia merencanakan untuk menggelar sayembara. Namun seiring waktu, hingga awal musim Liga 2 tahun 2024 bergulir ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan manajemen PO Bejeu untuk menjeda rencana tersebut.
“Kami tetap masih memfasilitasi bus Persijap untuk mengarungi kompetisi Liga 2 di musim ini hingga sekarang,” imbuhnya
Namun ia dengan berat hati, mengurungkan rencana tersebut. Dirinya merasa tidak elok jika apa yang dilakukan PO Bejeu saat ini untuk Persijap bersinggungan dengan aktivitas pribadinya.
“Saya merasa tidak bijak jika, aktivitas pribadi ini nantinya dikait-kaitkankan dengan nama besar Persijap. Biarlah ini menjadi profesionalitas antara Persijap dengan PO. Bejeu,” tambahnya
Dalam konteks politik, penggunaan klub sepak bola sebagai “kendaraan politik” merujuk pada upaya calon atau partai politik untuk memanfaatkan popularitas klub atau basis pendukungnya guna meraih dukungan elektoral.
Fenomena ini sering terjadi mengingat sepak bola memiliki basis penggemar yang luas dan loyal, sehingga dianggap sebagai sarana efektif untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas calon.
“Silahkan memilih sesuai hati nurani anda, apapun yang terjadi dan melihat hasilnya nanti. PO Bejeu akan selalu hadir untuk Persijap,” tutupnya dalam pernyataan yang di posting di akun sosial media @IqbalBejeu.
Dengan demikian, keputusan paslon untuk tidak menggunakan klub sepak bola sebagai kendaraan politik mencerminkan upaya menjaga netralitas olahraga dan menghormati komunitas suporter, serta menghindari potensi konflik yang dapat timbul dari politisasi sepak bola. (MIKJPR-01)
Reporter : AD/DS
Editor : Hnv